Saturday 5 September 2015

Persoalan Seputar Qurban

Pembagian Hewan Qurban
Ibadah qurban selain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dari dimensi sosial juga untuk menyantuni kaum lemah. Oleh karena itu, daging qurban hendaknya dibagikan kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkannya. Sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an:
...فكلوا منها واطعموا البائس الفقير {الحج: 28
Dengan demikian, orang-orang yang berhak menerima daging qurban dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu;
a) Orang yang sengsara lagi faqir  
b) Orang yang ditunjuk oleh shohibul qurban (baik yang minta-minta maupun tidak minta-minta) ,dan
c)  Shohibul qurban.

 Beberapa Persoalan Seputar Qurban
1. Kepanitiaan Dalam Pelaksanaan Qurban
Pada prinsipnya, qurban itu hendaknya dilakukan sendiri oleh shohibul qurban, namun jika tidak bisa atau ingin menyerahkan kepada orang lain, maka hal itu juga dibenarkan. Namun demikian, jika melihat hadits-hadits Nabi saw tentang pelaksanaan qurban, maka tidak dijumpai adanya kepanitiaan secara khusus. Berbeda halnya dengan masalah zakat yang secara tegas disebutkan adanya panitia zakat (Aamil Zakat) sebagaimana yang termaktub dalam surat at-Taubah ayat: 60. Tetapi, dalam rangka efektifitas dan efesiensi pelaksanaan qurban, lembaga kepanitiaan tersebut boleh saja diadakan. Hal ini dapat difahami dari hadits Nabi saw sebagai berikut:

أن عليا ابن أبى طالب أخبره أن نبى الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يقوم على بدنه وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها وجلالها فى المساكين ولا يعطى فى جزارتها منها شيئا
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Memberikan daging qurban kepada jagal sebagai upah
Panitia dalam pelaksanaan qurban berbeda dengan aamil zakat. Oleh sebab itu, panitia qurban tidak berhak (dilarang) mendapatkan bagian atau jatah dari hasil sembelihan hewan qurban sebagai upah. Mereka boleh menerima daging qurban dalam kapasitasnya sebagai mustahik, dan bukan sebagai upah. Dalam hadits Nabi saw ditegaskan:
عن على بن أبى طالب رضى الله عنه قال: أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أقسم لحومها وجلودها وجلالها على المساكين، ولا أعطي فى جزارتها شيئا منها
“Dari Ali bin Abi Thalib ra. Ia berkata, “Rasulullah saw memerintahkan kepada saya agar saya mengurus unta qurban beliau, membagikan dagingnya, kulitnya dan barang-barang yang merupakan pakaian unta itu kepada orang-orang miskin, dan saya tidak menerima upah sembelihan dari padanya.” (HR.Bukhari dan Muslim)

عن على رضى الله عنه قال: أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأقسم جلودها وجلالها وأمرنى أن لا أعطي الجزار منها شيئا وقال: نحن نعطيه من عندنا
“Dari Ali ra berkata: Bahwa Rasulullah saw memerintahkan kepadaku agar membantu (mengurus) hewan-hewan qurbannya dan membagikan keseluruhan daging, kulit dan pakaiannya dan Nabi-pun memerintahkan agar saya tidak memberikan sedikitpun (dari hewan qurban) dalam pekerjaan jagal. Ali berkata; kami memberi upah kepada jagal dari harta kami sendiri”. (HR. Abu Dawud)

أن عليا ابن أبى طالب أخبره أن نبى الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يقوم على بدنه وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها وجلالها فى المساكين ولا يعطى فى جزارتها منها شيئا
“Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semua daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Hukum Menyimpan daging qurban
 Menyimpan daging qurban tidak dilarang, tetapi daging qurban yang disimpan itu tidak boleh lebih dari sepertiganya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw:

عن عائشة رضى الله عنها قالت: ذف الناس من أهل البادية حضرة الأضحى فى زمان رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ادخروا الثلث وتصدقوا بما بق
“Dari Aisyah ra, ia berkata: “Pernah penduduk desa datang berduytun-duyun untuk menghadiri qurban pada masa Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw bersabda: Simpanlah sepertiga dagiung itu dan sedeqahlah yang tertinggal.” (HR.Abu Dawud)

4. Hukum Menjual Kulit Dan daging qurban
Meskipun daging qurban itu boleh disimpan, tetapi shohibul qurban dilarang untuk menjual kulit atau daging hewan qurban, atau menukarkan kulit qurban dengan daging. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw:

قال سليمان بن موسى أخبرنى زبيد أن أبا سعيد الخدرى أتى أهله فوجد قصعة من قديد الأضحى فأبى أن يأكله فأتى قتادة بن النعمان فأخبره أن النبى صلى الله عليه وسلم قام فقال: إنى كنت أمرتكم أن لا تأكلوا الأضاحى فوق ثلاثة أيام لتسعكم وإنى أحله لكم فكلوا منه ماشئتم ولا تبيعوا لحوم الهدي والأضاحي فكلوا وتصدقوا واستمتعوا بجلودها ولا تبيعواها 
“Sulaiman bin Musa berkata: Zaid telah bercerita kepadaku bahwa Abu Sa’id al Khudry ra telah mendatangi keluarganya, kemudian ia mendapati semangkok besar dendeng dari daging qurban dan ia tidak mau makan dendeng tersebut. Kemudian Abu Sa’id al Khudry ra mendatangi Qatadah bin Nu’man, lalu ia menceritakan bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya aku telah memerintahkan agar tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga hari karena untuk mencukupimu, dan sekarang aku menghalalkannya bagimu. Oleh karena itu, makanlah bagian dari qurban tersebut sekehendakmu dan janganlah kamu menjual daging qurban. Makanlah olehmu, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulit-kulit hewan qurban tersebut dan janganlah kamu menjualnya”. (HR. Ahmad)

Dari hadits-hadits tersebut di atas sangat jelas bahwa bagi shohibul qurban dilarang menjual atau menukar kulit qurban dengan daging atau lainnya. Namun demikian, di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini, sebagai berikut:

a. Muhammad bin Abdurrahman As-Syafi’i: “Tidak boleh menjual apapun dari udhiyah (binatang qurban) baik itu sebagai nazar atau sunnah, dan menurut kesepakatan ulama’ tidak diperbolehkan pula menjual kulit qurban.

b.  Imam an-Nakho’i, al-Auza’i dan imam Abu Hanifah berpendapat tentang kebolehan menukar kulit binatang qurban dengan arudh (harta benda selain dirham dan dinar), sebagai bagian dari al intifa’ (pemanfaatan yang disepakati kebolehannya”.

c.  Imam As Syaukani: “Haram hukumnya menjual daging atau kulit qurban, dan Islam hanya memperbolehkan untuk memanfaatkan dengan cara dimakan, disedekahkan serta menyimpannya.

d.  Ar. Fakhruddin: “Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib menjelaskan tentang larangan mengambil sebagian dari hewan qurban untuk biaya penyembelihan. Karena pengambilan sebagian dari hewan qurban hukumnya sama dengan menjual, sebab upah yang diterima oleh penjagal menjadi haknya. Sedangkan hadits yang melarang menjual kulit qurban dan adanya pemanfatan seperti yang dikutif oleh imam As Syaukani dalam kitab Nailul Authar adalah menjual kulit dengan maksud untuk upah atau hasil penjualan itu dikembalikan kepada orang yang berqurban dan bukan untuk shodaqah. Mengingat hal tersebut, maka persoalannya terletak pada tujuan penjualan kulit hewan qurban tersebut. Oleh karena itu, jika tujuan penjualan kulit hewan qurban tersebut untuk shadaqah agar lebih bermanfaat jika ditukarkan (dibelikan) kambing lain dan juga disembelih untuk qurban dengan pertimbangan maslahah al mursalah (mencari nilai yang lebih bermanfaat) tidaklah menjadi halangan. Demikian pula hasil penjualannya digunakan untuk keperluan kegiatan agama seperti pembangunan masjid dan untuk keperluan masjid lainnya”.

e. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrahman: “Pada prinsipnya, hendaknya mengenai kulit tidak dijual tetapi dibagikan bersama dagingnya. Menurut Hanabilah, kulit qurban boleh diganti atau ditukar dengan daging dan dibagikan lagi. Jadi kulit itu ditukar dengan daging kambing atau hewan qurban yang lain, kemudian dibagi”.

Dalam hal larangan menjual kulit hewan qurban itu perlu difahami tentang “Ta’lilun Nash”, artinya memahami nash al-Qur’an atau hadits dengan mendasarkan pada illah yang terkandung di dalam nash. Dalam hadits Nabi yang mengatakan bahwa shohibul qurban dilarang menjual kulit hewan qurban apabila hasil dari penjualannya kembali kepada shohibul qurban. Tetapi apabila hasil penjualan tersebut dibelikan hewan qurban dan dibagikan lagi, tidak dilarang.

5. Berqurban Secara Patungan
Jika yang dimaksud dengan berkurban secara patungan adalah membeli seekor domba atau kambing secara bersama-sama untuk diqurbankan, maka hal ini tidak memenuhi standar minimal dari jumlah hewan qurban yang ditentukan bagi seorang muslim. Hal semacam ini dapat dikategorikan sebagai orang yang belum mampu dan baru dianggap latihan berqurban. Namun jika tujuh orang mengumpulkan sejumlah uang untuk membeli seekor unta atau sapi untuk disembelih sebagai hewan qurban, maka hal ini telah memenuhi kreteria seperti yang dijelaskan oleh hadits Nabi saw:

عَنْ جَابِرِبْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاْلحُدَيْبَةَ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍٍ وَ الْبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ 
“Dari Jabir bin Abdillah ia berkata:”Kami menyembelih hewan qurban bersama Rasulullah SAW. di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang”.(HR. Muslim, abu Daud dan Ahmad).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ النَحْرُ فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَعِيْرِ عَنْ عَشْرَةٍ وَالْبَقَرِةِ عَنْ سَبْعَةٍ
“Dari Ibnu Abbas ia berkata:”Kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah SAW. kemudian hari Nahar (Idul Adha) tiba, maka kami bersama-sama melakukan qurban sepuluh orang untuk seekor unta dan tujuh orang untuk seekor sapi”.(HR. An-Nasai, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

6. Benggabungkan Qurban Dengan Aqiqah
Menyatukan qurban dengan aqiqah tidak diperbolehkan, karena masing-masing memiliki ketentuan yang berbeda, baik waktu, jumlah dan maupun syaratnya. Dan tidak ada nash al-Qur’an atau hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang kebolehannya.

K. Hal-hal yang tidak Semestinya Dilakukan oleh Shohibul Qurban
Berdasarkan beberapa hadis yang berkaitan dengan shahibul qurban, ada beberapa hal yang tidak boleh untuk dilakukan sejak masuk pada awal bulan Dzulhijjah, yaitu:
1.      Memotong kuku , dan
2.      Memotong rambut
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم قَالَ :إِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Dari Ummi Salamah ia berkata :Sungguh Rasulullah SAW. bersabda. “Apabila kamu telah melihat bulan Dzulhijjah dan akan melakukan qurban, maka hendaklah tidak mencukur rambut dan kukunya” (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari)

Hikmah berqurban
1.  Satu-satunya hikmah terbesar dari syari’at qurban adalah sebagai realisasi ketaqwaan seseorang kepada Allah swt. Sebagaimana yang dijelaaskan oleh Allah swt dalam surat al-Hajj ayat: 22
لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم كذالك سخرها لكم لتكبروا الله على ماهداكم وبشر المحسنين

2. Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah yang mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar dari Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi saw:

ماعمل أدمى من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم, إنها لتأتى يوم القيامة بقرونها وأشعارها, وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على ارض فيطيبوا بها نفسا
“Tidak ada satupun perbuatan manusia pada hari raya Nahr yang lebih disukai oleh Allah swt daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sesungguhnya orang yang berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan kuku binatang qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya darah yang mengalir itu lebih cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya darah ke tanah. Maka berbuatlah sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan mensucikan diri (ikhlas)”. (HR.Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)
3.   Menambah kecintaan kepada Allah swt, karena berqurban merupakan salah satu amal shaleh yang dicntai oleh Allah swt.
4.   Dengan berqurban berarti seseorang telah menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah swt yang telah melimpahkan karunia kepada-Nya.
5.   Dengan berqurban berarti seseorang telah mampu berbuat baik kepada orang lain, dalam bentuk membagi-bagikan daging qurban kepada mereka.
6. Memperkokoh tali persaudaraan karena ibadah qurban melibatkan semua lapisan masyarakat.
7.  Menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran beragama baik bagi orang yang mampu maupun bagi orang yang kurang mampu.
8. Secara sosial, syari’at qurban mengandung nilai pendidikan agar manusia dapat menselaraskan egonya dengan berbagi bersama orang lain, dan lain sebagainya.
9.     Dan lain sebagainya.

Oleh: Ruslan Fariadi, M.Ag
prmsindurejan.blogspot.com

No comments:

Post a Comment